Senin, 21 September 2009

ENTHOENG PART 2

*.*

PRISTA JADIAN

Gara-gara dihukum bu Tita kemarin, anak-anak Enthoeng Bunder jadi malu banget. Tiap hari digangguin cowok-cowok kelasnya yang jail. Kesel banget rasanya ngladeni cowok-cowok yang menyindir-nyindir nggak jelas. Ditambah lagi temen-temen cewek yang lain yang setiap harinya kerjaanya ngegosip ria, bisa-bisa gara-gara kejadian kemarin Enthoeng Bunder jadi bahan gossip yang nyenengin mereka.

Tapi kasihan tuh Fina, orang yang paling banyak disindir-sindir dan digangguin cowok-cowok. Gara-gara minggu lalu pada tau nama ibunya yamg terdengar aneh kini malah dia setiap saat dipanggil dengan nama ibunya, bukan namanya sendiri. Yaitu Iyem. Dikit-dikit Yem dikit-dikit Yem, bikin Fina kesal aja. Emang sih namanya sedikit kampungan, malahan memang kampungan tapi Fina tetap bangga kok memiliki ibu yang baik, pengertian, rajin, dan semangat. Dia nggak pernah malu walaupun teman-temannya selalu mengejeknya.

“Yem, enak nggak kemarin. Capek ya disuruh berdiri. Kyahahaha,” ejek Ari cowok paling cerewet sedunia. Dialah yang menemukan nama ibu Fina yang akhirnya sampai menyebar, gara-gara dia juga Fina mendadak jadi terkenal. Ya nggak apalah, jadi artis mendadak.

“Senang?? Ejek aja terus!!” jawab Fina kesal.

“Hahaha, Iyem marah. Cie,” timpal Yogy yang astik duduk di bangkunya sambil mengerjakan PR akuntansi. Cowok ini memang pintar segala hal, dari pelajaran A sampai Z, dari kegiatan ini sampai itu bisa dia kuasai. Tapi sayang banyak teman cewek yang nggak suka karena tingkah lakunya yang aneh, cerewet, dan seenaknya sendiri.

“Itu lagi ikut-ikutan aja. Fiuhh. Emang susah jadi artis, pengen minta tanda tangan aja pakai sok ngejek-ngejek segala. Minta tinggal minta aja nggak usah basa-basi,” kata-kata mautnya yang super PD dia keluarkan saking jengkelnya.

“Cia.. artis?? Artis iklan shampoo merang ya. Sampai tu rambutnya mencuat-cuat ngembang kayak mawar. Mak wuuuk. Hahaha,” tambah Yogy mengejek sengit. Ari yang dari tadi masih disitu juga ikut-ikutan ketawa.

Fina jadi kesal dan mengajak keluar sahabat-sahabatnya yang sejak tadi cuma dengerin Fina cek cok sama cowok-cowok. Gerah rasanya di dalam, banyak setan-setan yang ngefans sama aku tapi nyebelin. Katanya dalam hati.

“Udah Fin, sabar aja ngadepin fans-fans kamu itu,” Melia mencoba menenangkan Fina. Tapi tetap aja wajah Fina merengut dan bibirnya maju ke depan.

“Eleh-eleh, bibirmu bagus itu, Non. Kayak corong minyak. Hahaha,” kata Oliv mengejek.

“Udah deh, keliatan tu senang ya aku digituin sama anak-anak. Mana mereka manggil-manggil pakai nama ibuku lagi. Kasihan kan ibuku yang lagi tenag-tenang di rumah telinganya berdengung gara-gara mereka.”

“Eh, ke kantin aja yuk!! Biar ketemu adeknya,” ajak Prista dengan mata berbunga-bunga menerawang jauh memikirkan adek kelas, idolanya yang menurut dia cakeeep buangeeetz. Padahal menurut yang lain biasa-biasa aja. Emang sih gayanya keren, distro banget terus tampangnya kayak blasteran orang Barat. Putih banget.

Mereka berenam langsung ke kantin tempatnya Bu Sidi yang paling ramah diantara ibu-ibu kantin lainnya. Makanan di tempat bu Sidi ini juga paling enak dan bersih. Kantin itu memang markas plus tongkrongannya anak-anak Enthoeng Bunder. Walaupun kebanyakan yang ada di situ cowok.

Bu Sidi juga udah kenal mereka, tapi yang paling sering diajak bicara dan becanda sama bu Sidi itu Oliv.

“Allow Bu, pesan soto ya Bu,” kata Oliv ramah.

“Mas Agus nggak sekalian mbak Oliv??” tanya bu Sidi becanda.

“Emang ada Agus ya, Bu??” Oliv celingak-celinguk mencari Agus.

“Cie cie cie,” teriak lima anggota Enthoeng Bunder kompak kayak paduan suara yang terdapat suara satu, dua, tiga.

“Apa sih,” Oliv malu.

Mereka pacarannya lucu banget, masa di kelas kalau pelajaran suka banget curi-curi pandang. Bikin anak-anak pengen ketawa. Padahal mereka udah dekat lho tempat duduknya, cuma dibatasi lowongan buat jalan aja. Tapi sayangnya mereka cuma bisa ketemu kalau di kelas aja, di luar sekolah malah jarang banget ketemu dan main bareng. Nggak tahu tu ada apa.

“Adeknya mana sih kok nggak kelihatan??” tanya Prista mencari-cari adek kelasnya yang cakep itu.

“Paling lagi duduk manis di kelas dikerumuni cewek-cewek genit,” jawab Fina menggoda.

“Yah, masa gitu. Nggak mungkin ah. Dia kan nggak play boy kelihatannya,” katanya membela diri.

“Itu kan menurutmu, menurut kami dia tuh orangnya play boy,” Nesya menambahkan.

“Cah bagus, bajunya dimasukkan dulu!!” perintah bu Mini pada Yogy yang ngeluyur aja masuk kelas. Padahal masuk telat, nggak tau tata karma tu anak.

“Siap bos,” jawabnya tanpa dosa. Untung aja bu Mini itu orangnya sabar. Kalau nggak pasti dia dihukum habis-habisan. Coba aja kalau bu Tita yang ada dia pasti ancur.

“Bu, tau nggak tadi aku naik apa??” tanyanya nggak penting.

“La opo to, Le??”

“Jalan kaki dong, Bu.”

“Lha rumahmu mana kok jalan kaki Cah Bagus??”

“Kartosuro, Bu,” jawabnya sok serius.

“Jauh amat. Apa nggak copot kakimu??” bu Mini terheran-heran.

Kan jalan kakinya dari halte sampai ke kelas, Bu. Hahaha,” jawabnya tertawa terbahak-bahak. Senang.

“Dasar anak aneh. Cerita kok nggak penting,” gerutu Fitri yang sangat benci dan jijik sama satu cowok itu.

“Fitri, jangan kayak gitu. Ntar benci jadi cinta lho,” tegur Oliv yang duduk sebangku sama dia.

“Ih, amit-amit deh. Benci ya jadi eneglah, pengen dimuntahin, bukan cinta. Gimana sih kamu??” Fitri mengangkat ujung mulut atasnya dan mengangkat alis kanannya pertanda jijik.

Sementara itu Prista asyik SMS sama gebetannya. Tapi Nesya yang duduk disebelahnya itu ngegame dengan wajah judesnya.

“Hayo, kalian pada ngapain?” kata Fina mengagetkan.

“Hust!! Lagi asyik nih,” Prista menempelkan jari telunjuk di bibirnya.

“Bu, Nesya sama Prista lagi mainan HP,” Fina sok mengadu, padahal suaranya lirih. Tapi telapak tangan Prista spontan menutup mulut Prista. Pyar kr kr HP Prista jadi jatu deh. Sedangkan mata Nesya melotot dan Fina menunjukkan tanda damai dengan jarinya.

“Ya, HPnya siapa tuh. Punya HP jangan dibuang-buang. Mending buat aku aja,” sahut Yogy si cerewet.

“Sssst,” mata Fina melotot sama Yogy. Alhasil Yogy jadi diam. Tumben tuh anak nurut banget.

“Emang lagi SMSan sama siapa sih?” tanya Melia penasaran.

“Ini lho, Prista punya gebetan baru. Namanya Usman,” jawab Nesya.

“Wuihhh Usman?? Anak mana tuh? Tapi kok namanya aneh banget,” timpal Fina.

“Katanya sih yang punya bengkel deket rumah Nesya. Bengkelnya anak-anak Dedom, gank yang terkenal itu,” sambung Prista.

“Wah kaya dong, cakep nggak??”

“Biasa aja. Enggak cakep, gendut malah,” jawab Nesya menjelek-jelekkan Usman.

“Wah wah wah, kalau udah jadian jangan lupa makan-makannya ya.”

Melihatdari jawaban-jawaban yang dikatakan Nesya sama ekspresi yang ditunjukkan wajahnya itu kelihatannya dia nggak setuju teman sebangkunya itu pacaran sama Usman. Dia udah tau sifat asli Usman yang bejat, takut kalau sahabatnya itu terpengaruh. Soalnya tau sendiri kan cewek satu itu manjanya minta ampun. Masih anak mama nggak deng, yang benar anak papa. Tiap hari antar jemput papanya sih. Dia juga masih labil gampang banget terpengaruh sama sesuatu yang sekiranya belum pernah dia coba, takutnya dia malah ikut-ikutan lagi.

Suatu hari, Prista dan Usman ketemuan di suatu tempat tanpa sepengetahuan sahabat-sahabatnya yang sangat mengemongnya. Dia sengaja nggak bilang soalnya udah tau kalau Nesya pasti nggak ngijinin walaupun sahabat-sahabatnya yang lain ngasih ijin. Mendingan kan ketemuan diam-diam aja daripada bilang sama sahabat-sahabatnya.

Hari ini sangat cerah, Prista diantar papanya dengan mobil Alphart hitam. Tapi dia bilang sama papanya kalau dia mau belajar kelompok sama Enthoeng Bunder, bukan ketemu Usman. Papanya itu galah banget, tau kalau dia bohong bisa gawat. Soalnya dia belum boleh pacaran sama papanya. Jadi ya takut aja kalau bilang jujur.

“Sore,” sapa Usman yang lagi duduk di samping Prista di sebuah halte bus.

“Sore juga mas,” ih waw. Mas?? Mas berlian apa?

“Hari ini mataharinya nggak terlalu panas ya,” ya jelaslah, ini kan udah sore. Jam 5, mana bisa panas. Aneh banget. “Mataharinya apa malu yak arena ada kita disini, takut ganggu kali. Emang benar-benar matahari tuh tau diri ya, punya rasa malu. Baik pula, ngasih kita kesempatan buat berduaan disini.”

“Aduh mas, lebay banget deh,” kata Prista dengan pipi memerah malu. Nyanyi lagunya T2 aja yang ‘plis deh jangan lebay’ biar tambah romantis.

“Pris.”

“Iya mas??”

“Aku boleh bicara nggak?” dari tadi tuh kalau nggak bicara terus ngapain? Ngedumel? Tambah aneh aja nih cowok.

“Boleh,” Prista malah nggak jijik sedikitpun sama dia.

“Sebenarnya, aaaaa aku kukukuku.”

“Kok malah nyanyi dangdut sih, Mas?”

“Hehehe. Maaf, lanjutin ya. Aku sayang banget sama kamu sejak pertama kita SMSan, soalnya kamu nyambung kalau diajak ngobrol. Terus pas ketemu tadi aku kaget ternyata kamu cantik banget,” waw waw waw, kata-kata gombalnya keluar.

“Masa sih, Mas?” tanyanya nggak percaya.

“Iya benar. Aku lihat matamu seperti bola bekel warna-warni,” wah menghina ini cowok, buat perumpamaan kok kayak gitu. Mata Prista kan pakai softlens biru. Ya jadi dia buat perumpamaan aneh kayak gitu. “Hidungmu seperti hidung burung beo,” Prista memegang hidungnya dengan wajah tanpa ekspresi. “Tubuhmu yamh mungil seperti biola,” gila, mending-mending gitar. Lha ini biola, berarti kan sama aja dia menganggap badan Prista itu gendut pendek dong. “Maukah kamu jadi pacarku saat ini juga?!!”

Kata-kata terakhir yang terdengar tegas itu membuat Prista tersentak kaget dan langsung kelepasan kata “e… iya a aku mau.”

Tak tahu Prista itu memang benar-benar menerimanya karena suka padanya atau keceplosan terpaksa, Usman udah menganggapnya sebagai pacar detik itu juga.

Esok paginya di sekolah, Prista terlihat sangat senang senyam-senyum sendiri kayak orang gila. Sahabat-sahabatnya yang lain jadi terheran-heran melihat anak itu.

“Ei ei ei ei ei, ada yang lagi kasmaran nih temen-temen. Mungkin ada yang habis jadian. Sama siapa itu aku lupa?” kata Melia mengagetkan.

“Usman,” sahut Fina.

“Oiya Usman, hahaha.”

“Apa sih,” pipinya jadi merah, matanya basah, dan mulutnya mancung manja.

“Cie cie cie,” sorak Oliv dan Fitri.

“Udah deh, aku malu nih,” pipinya tetap memerah.

Mereka asyik bersorak-sorai untuk membuat Prista malu malah Nesya diam aja cuma mrengut sambil ngegame dengan HP yang ada di genggamannya.

Sebenarnya kenapa sih Nesya dari kemarin terlihat aneh kalau bicarain Usman? Jangan-jangan dia cemburu, apa dia juga suka sama Usman?? Wah kalau benar begitu bisa jadi Perang Dunia Enthoeng Bunder nih.

ENTHOENG PART 1

*.*

HUKUMAN BU TITA

“Gila, aku kesel banget sama kakakku. Nggak berperikemanusiaan,” celetus Nesya seorang gadis manis dan model yang sangat mempedulikan fashion dan penampilan. Tapi sayangnya dia itu emosian gampang marah dan hobinya gosipin orang, mengkritik dan kayak iri sama penampilan orang lain. Buktinya itu, tiba-tiba datang dengan wajah judesnya, membanting tasnya dengan keras di bangkunya, dan menggebrak meja. Sampai cowok-cowok di kelas itu aja kaget dan geleng-geleng kepala melihat tingkah si cewek judes itu tambah lagi model rambutnya yang pendek model emo membuat wajahnya terlihat tambah sangar. Jadi cowok-cowok di kelas XII IPS 5 itu takut menghadapi Nesya.

Ada apa sih non, emang kakakmu ngapain kamu lagi?” kata Fina gadis tomboy yang polos, nggak peduli fashion dan penampilan, alias cuek. Tapi orangnya sedikit emosian, apalagi kalau berantem sama Nesya. Wah bumi bergoncang, semua jadi ancur. Sampai-sampai sahabatnya yang lain aja nggak bisa nenangin, cuma bisa diam.

“Alah , paling juga karena beda pendapat atau mamanya lebih mentingin kakaknya daripada dia,” Prista cewek imut yang manja, malas dan pintar sekali berbohong. Seolah dia udah hafal masalah yang sering dihadapi Nesya sama kakaknya.

“Engga, kamu salah!!” bentak Nesya.

“Ih, galak amat sih, Non. Kalau nggak it uterus masalah apa lagi?”

Oliv cewek galak tapi tertutup itu mencoba becanda untuk mencairkan suasana yang menegangkan. Walaupun yang merasa tegang cuma Nesya, paling yang lain cuma bingung-bingung melihat wajah judes Nesya yang lagi marah. Tambah mengerikan, khas banget tu wajah. Nggak lagi marah aja terlihat sadis, apa lagi marah kayak gini, wow… sangat menakutkan.

“Kakakku nggak punya peri kemanusiaan, masa jatah sarapanku pagi ini malah dikasih ke Bogy terus aku nggak makan. Gila ya, anjing aja disayang-sayang, dikasih susu, makanan enak, kalau adiknya sendiri malah dibiarin kelapara.. huh,” Nesya menceritakan permasalahannya dan tangannya menari-nari luwes kayak dirigen yang memimpin paduan suara. Saking kesalnya.

Mereka asyik bicarain masalah Nesya, Fitri malah asyik sendiri mengerjakan PR dari bu Tita guru paling killer di SMA Cahaya Emas, apalagi ini guru MATEMATIKA. Wah… sangat menakjubkan. Yang jelas mereka nggak tambah ngerti soal matematika tapi tambah bingung gara-gara dapat guru yang suka bikin senam jantung tiap pelajaran.

Fitri ini emang orngnya paling rajin diantara mereka berenam.

“Fit, kamu ngerjain apa sih?” tanya Oliv mengganti topok pembicaraan.

“PRnya bu Tita nih, yang dari modul itu lho.”

“Ya ampun aku lupa,” Oliv menepuk keningnya baruningat. “Aku nyontek kamu ya.”

Mereka bersama-sama mengerjakan PR, mengisi modul dengan jawaban penuh. Walaupun mereka nggak tau menahu tentang rumus-rumus dan jawaban dari soal itu, yang penting ngerjain. Beres.

Jantung berdebar-debar ketika bu Tita masuk ke dalam kelas. Seketika kelas itu menjadi sepi, anak-anak pada berdoa berharap bu Tita lupa akan PR yang diberikannya minggu lalu. Mereka takut, soalnya kalau bu Tita ingat ada PR pasti ngabsen beberapa siswa untuk maju dan menulis ke papan tulis. Sebenarnya kalau cuma gitu sih nggak apa-apa, mereka pada tenang menjawabnya. Tapi ini pakai ditanyain segala darimana jawaban ini didapat, pakai rumus mana, langkah-langkah yang benar gimana, pokoknya kami harus ngerti banget bener apa yang kita kerjain deh. Kalau kami nggak tau langsung tangan bu Tita melayang menjewer telinga, memukul tangan, mencubit perut, ataupun pipi. Tapi cubitan bu Tita itu khas banget lho, nggak kerasa sakit tapi malah enak banget. Coba aja kalau pengen ngrasain. Hehehe. Nggak cuma itu, yang bikin anak-anak takut tu omelannya yang terasa pedas kayak cabai keriting yang menggetarkan lidah.

“Fina,” bu Tita mulai memanggil anak-anak untuk maju ke depan.

“Haduh, mati aku,” tersentak Fina kaget disertai jantung berdegup kencang seperti kendang yang dipukul-pukul sama Sierjabaten penabuh kendang dalam suku Karo.

“Slamat berjuang teman!! Hahaha,” Melia memberi semangat dengan nada mengejek tapi lirih supaya bu Tita nggak dengar.

Fina maju ke depan kelas dengan jalan tertatihragu dan membawa modul yang berisi pekerjaannya.

“Cepaaattt!! Lelet banget sih kamu,” bu Tita menarik seragam fina sampai keluar berantakan. Padahal seragam Fina itu paling rapi diantara mereka berenam, selalu dimasukkan dan bersih. Memang sih seragamnya itu besar jadigampang buat dimasukkin ke dalam rok. “Coba kamu kerjakan nomor 3 di white board!!!” perintahnya dengan nada suara yang sok halus.

Fina mengerjakan perintahnya dengan lancer tanpa ragu, karna dia percaya jawaban yang dia contek dari Fitri itu benar. Dengan santai dia melirik jawaban dari modul yang dia bawa.

“Hey, kamu nulis apa itu??” celetuk bu Tita keras sampai membuat Fina terpental kaget dan tulisannya tercoret. Jantung Fina mulai berdegup kencang lagi, dia merasa takut kalau bu Tita mendekat dan…

“Jangan diam saja!! Kamu nulis apa itu?? Itu rumus darimana, nggak ada matematika rumusnya kayak gitu. Aku juga nggak merasa pernah ngajarin kamu untuk mempelajari rumus kayak gitu,” bu Tita berdiri dan mendekat ke tempat Fina berdiri menulis.

Beliau menjewer telinga Fina sampai seluruh wajahnya memerah. Memang Fina itu wajahnya gampang memerah, entah karena penyakit atau bawaan sejak lahir. Wajahnya gampang banget memerah, kalau kepanasan, dijewer, malu, ketawa, marah pasti wajahnya langsung merah. Makanya sahabat-sahabatnya “ENTHOENG BUNDER” suka banget membuat dia jadi mainan, bikin dia malu biar wajahnya jadi merah. Senang banget mereka.

Hm, tau nggak kenapa mereka menamakan gank Enthoeng Bunder?? Konon mereka dapat nama Enthoeng itu karena berasal dari kata Entung dari bahasa Jawa yang berarti kepompong. Kepompong itu kan biasanya bentuknya agak panjang, tapi mereka ingin membuat keliatan aneh, jadi dikasih embel-embel Bunder. Tapi jangan berpikiran gara-gara ada embel-embel bundernya terus mengira anak-anak Enthoeng Bunder itu gemuk-gemuk lho. Hehehe. Nama gank yang aneh ya, kayak anggotanya yang super aneh.

“Aduh,, sakit,” tngan Fina mengelus-elus telinganya. “I-ini rumus dari buku, Bu,” jawabnya gagap.

“Coba lihat, mana ada di buku rumus kayak gitu.”

Waduh. Batin Fina bingung. Ya bingunglah, jawaban itu kan dari pekerjaannya Fitri. Makanya tadi pas ngerjain Tanya dulu asal jawabannya ini darimana, jangan asal nulis aja. Dasar Fina.

“Mana?????” teriak bu Tita marah. “Kenapa? Nggak bisa jawab? PR yang kamu kerjain ini hasil mencontek siapa?”

Fina melihat Fitri, dia ragu untuk memakankan sahabatnya kepada bu Tita yang galak ini. Ini kan salahnya, dia nggak mau melibatkan sahabatnya. Tapi Fitri malah mengangguk-angguk dan berkomat-kamit memberi isyarat, Fina nggak tau yang dimaksudkannya.

Gawat, bu Tita malah menengok Fitri. Dengan mata melotot marah bu Tita menyuruh Fitri untuk maju ke depan. Aduh-aduh, ini salah aku malah Fitri yang kena. Maafin aku Fit. Fina menyesal dalam hati.

“Kenapa kamu komat-kamit sama fina??” bu Tita tambah marah, mengubah suaranya yang biasanya sok halus menjadi keras sampai menggemparkan seisi kelas. Anak-anak yang duduk di bangkunya masing-masing aja jadi terlungkap manis karena takut.

“Ma-maaf, Bu. Sebenarnya saya yang mengerjakan jawaban itu semua dan saya yang membuat rumus sendiri. Saya masih bingung dengan materi ini, Bu.”

“Ckckck. Kalau nggak tau tu tanya, jangan diam saja!!! Tau nggak kalau kamu bikin rumus-rumus dan jawabannya sendiri tanpa melihat kaidah matematika itu sama saja merusak matematika. Mending bikin rumus sendiri tapi tahu dan benar menyangkut materi, nggak kayak ini yang merusak rumus. Buat jawaban jadi salah fatal. Kalau kamu ngerjain soal kayak gini di sekolah lain dan pakai rumus asal-asalan kamu pasti ditertawain sama mereka. Apa nggak malu di cap siswa-siswa SMA Cahaya Emas bodoh-bodoh,” bu Tita nyerocos panjang lebar.

Mau tanya gimana? Setiap kali ada yang tanya aja malah digoblok-goblokin, malah bikin sakit ati. Mending diam aja bu. Batin Fitri dalam hati sambil membenahkan jilbabnya.

Lebay banget sih, masa sampai kayak gitu, aneh banget tu guru. Lebay. Batin Fina kesal.

“Siapa lagi yang mencontek pekerjaan kamu??!”

“Emmm,,. anu. Nesya, Melia, Prista, Oliv,” jawab fitri ragu.

“Yang disebut Fitri tadi, maju ke depan!!”

Dengan kompak, mereka maju ke depan. Kini Enthoeng Bunder telah maju di depan semua. Komplit. Engga deh, masih ada satu yang belum gabung. Anak kelas XI yang bernama Mimi. Dia satu-satunya anggota Enthoeng yang beda kelas bahkan paling muda.

Kini mereka diomelin habis-habisan di depan anak-anak yang lain. Ternyata cerocosan yang dilontarkan bu Tita tadi masih kurang. Dilanjutin lagi. Dengan seksama mereka mendengarkan kalimat-kalimat yang mereka anggap nggak penting. Rasanya mereka pengen banget menutup telinganya. Berisik banget.

Selesai dia mengomel-ngomel, anak-anak Enthoeng Bunder dihukum untuk berdiri di depan kelas sampai pelajaran matematika selesai.

Jumat, 18 September 2009

MET LEBARAN FRIENDS

*.*SLAMAT LEBARAN TEMAN
seiring berjalannya waktu berhari-hari tlah terlewati satu bulan tlah memenuhi kewajiban kini kemenangan tlah tiba sujud syukur ku menyembah Engkau permintaan maaf ku haturkan ke hadiratmu atas segala dosa dan kesalahan yang slalu aku perbuat
meski aku tidak bisa mengatakan secara langsung, tapi ini permintaan maafku yang tulus dari hati aku tahu aku telah berdosa sangat besar kepada orang tua, saudara, sahabat, dan semua orang yang aku sayangi maafkan aku Enthoeng, sahabatku :=)

Rabu, 16 September 2009

SERANGKAI BUNGA INDAH

Rembulan tampak berwarna pucat

Mengintipku dari balik pohon beringin yang rindang

Aku duduk termenung sendiri terpaku,

Memikirkan hariku yang pedih

Hatiku terbelenggu oleh sepi, hening, dan senyap

Karna,

Pengkianatan menyihir hatiku yang merah menjadi hitam pucat

Tak sadar,

Ada serangkai bunga indah nan mekar di balik semak belukar

Terlihat segar dan berakar

Kini ku sadar, hidupku tak sendiri

Masih banyak sahabat-sahabat lain yang menemani hari-hariku

Selasa, 15 September 2009

AKU PUNYA CERITA NIH, TAPI MENARIK APA NGGAK YA NGGAK TAHU ITU TERGANTUNG PENDAPAT KALIAN,.HEHEHE,

KADO YANG ANEH

Hari ini adalah hari yang sangat membahagiakan, karena pada hari Kamis ini adalah hari ulang tahunku.

Lena, ayo bangun!! Sudah siang nih kamu harus masuk sekolah,” panggil bunda dari ruang makan.

“Aduh,, Bunda gimana sih, aku kan masih ngantuk banget, skali-kali bolos juga nggak apa-apa kan,” gumamku dengan mata setengah melek.

Akupun bangun dari tempat berbaring tadi dan cepat-cepat pergi ke kamar mandi, walaupun dengan mata yang masih ngantuk nih. Selesai mandi aku langsung dandan dan turun untuk sarapan pagi.

“Loh,,, ko udah jam segini sih Bunda, gimana nih?” kataku dengan mulut penuh dengan roti. “Hari ini aku dianter aja ya Bun, nggak usah naik bus. Kurang 10 menit nih mau bel masuk,” mohonku pada Bunda.

Memang sih walaupun keluarga kami kaya, tetapi Bunda nggak terlalu memanjakanku. Malahan dari kecil aku udah dibiasain buat hidup mandiri, kemana-mana aja harus naik bus, bahkan sepeda. Naik mobil aja kalau kepepet.

“Ya sudah, untuk hari ini kamu boleh Bunda anter.”

“Makasih Bunda,” kataku senang sekali.

Ha ah,,, akhirnya sampai di sekolah juga, untung aja aku nggak terlambat, malahan pas bel masuk. Akupun masuk ke kelas XI IPS 5, yang paling dekat sama pintu gerbang.

“Pagi semua,” sapaku ramah sama teman-teman.

Anehnya, nggak ada seorang temanpun yang membalas sapaanku, sahabatku Neta juga nggak jawab. Tumben banget semua pada nggak jawab sapaanku. Tanyaku dalam hati terheran-heran.

“Net, ko tumben loe diam aja waktu gue sapa?” Tanyaku bingung.

Namun percuma, dia menyingkir dan nggak jawab. Malahan lebih asyik ngobrol sama Agni. Aku tambah bingung nih, ada apa ini sebenarnya? Apa aku pernah buat salah pada mereka yang akhirnya bikin mereka sakit hati? Pikirku.

Bel istirahat berbunyi, teman-teman pada keluar ke kantin. Aku ditinggal sendirian. Padahal biasanya Neta pasti mengajak aku ke katin, namun hari ini dia seperti udah lupa sama aku. Ya Tuhan, kenapa di hari ulang tahunku ini teman-teman malah nyuekin aku. Ngasih selamat aja nggak,, hu uh. Gerutu gue.

Tet,,, tet,,, tet,,. Bel masuk pelajaran terakhir berbunyi. Jam pelajaran terakhir ini adalah matematika yang membosankan, untung aja hari ini Bu Lan nggak masuk izin penataran. Ini saatnya kesempatanku bertanya lagi sama teman-teman.

“Net, ada apa sih ko hari ini semua pada berubah jadi nyuekin gue? Apa gue punya salah? Salah gue apa?” Tanyaku sambil menepuk pundak Neta.

“Pake nanya lagi. Piker aja ndiri, loe kan punya otak,” akhirnya Neta buka mulut samaku juga.

Aku nggak nyangka Neta bisa bicara seketus itu sama aku. Apa sih salahku? Aku nggak ngerasa salah apa-apa deh. Pikerku.

“Gue nggak tahu maksudmu? Ayo kasih tau gue! Kali aja gue bisa memperbaiki kesalahan gue,” ku memohon.

“Elo kan yang dititipin hape sama Riza kemarin? Ayo ngaku?” tanyanya kesal.

“Iya, memang gue yang ditipin hape sama Riza. Emangnya kenapa?” Tanya ku tambah bingung.

“Udah deh, semua orang sekelas ini udah pada tahu kelakuan busuk kamu,” kata Agni.

“Dititipin hape ko malah dibawa pulang, dijual sekalian aja!!” sahut Neta.

“Katanya anak orang kaya, tapi ko nyolong,” sahut Renata.

“Gue nggak bawa pulang ko, kemarin kan udah gue taruh ke mejanya. Soalnya gue kemarin harus cepat-cepat pulang, di rumah ada acara,” kataku ngejelasin.

“Lo itu kalau ditipin barang tu tanggung jawab donk, nunggu orangnya datang baru dikembaliin. Gara-gara kecerobohan loe itu hape Riza sekarang udah nggak ada tau nggak? Gimana rasa tanggung jawab loe itu?” kata Neta.

“Haa? Hilang?” aku terkejut..

“Halah,, nggak usah sok kaget gitu deh,” kata Renata kesal.

“Maafin gue Riz, gue nggak tau itu. Terus gue harus gimana nih?”

“Pokoknya bagaimana caramu bisa nyari dan ngembaliin hape itu, entah mau keliling sekolah kek ato mau beliin lagi kek itu terserah loe,” kata Riza emosi.

“Ya udah gue akan nyariin.”

Aku langsung mencari disekitar kelas. Di meja-meja, kursi, laci dan almari udah aku razia semua. Tetapi hasilnya nihil.

“Nggak ada ini, gimana donk?”

“Ya kamu usaha donk sampai dapet!”.

Aku langsung keluar keliling sekolah, tiap aku jalan aku selalu menunduk untuk mencarinya, setiap siswa dan guru yang lewat aku tanyain, pak satpampun tak ketinggalan. Bahkan sampai aku ngumumin lewat speaker, tetap aja nggak menemukan. Sampai aku putus asa dan kembali ke kelas.

Tiba-tiba saat aku membuka pintu kelas, dari atas mancur air yang tumpah dari ember, seragamku jadi basah kuyub semuanya. Teman-teman dari samping kanan dan kiri menaburi wajah dan rambutku sama tepung, sedangkan di depan mereka melempariku dengan telur. Betapa hancur badanku saat ini, menyerupai adonan yang tinggal di oven saja.

“Halo Lena, happy birthday ya. Maafin kami semua ya uadah buat elo bingung and panik,” kata Neta dengan membawa roti tart kecil berbentuk bunga. “Nah, sekarang elo bisa meniup lilin ini sebagai kado dari kami.”

Aku langsung make a wish dan meniup lilin kecil itu. Sekarang aku gemas sama mereka yang udah membuat aku kayak roti begini, aku langsung balas dendam dendam dengan mengambil kue tart itu dan mencolek-colekkannya ke wajah jail teman-temanku. Kelaspun semakin heboh, kami saling mengejar tak henti-hentinya.

SEPTEMBER GAG CERIA

Menurutku Bulan September tu bukan bulan yang ceria,. tapi kenapa ya semua orang bilang September itu bulan ceria,. bulan ini aku merasakan hal-hal yang sangat menyebalkan. Dari yang dimusuhin temen-temen Rohkat gara-gara aku bicara yang sejujurnya sampai pengalaman cek cok sama pedagang di Malioboro Jogja. Mereka musuhin+diemin aku gara-gara aku bicara jujur tentang kejengkelan dan rasa sakit hati aku. Setiap rapat aku nggak pernah digubris mereka, mau ijin pulang nggak boleh, takut dibicarain dibelakang. Tapi mengapa aku keluarin rasa sakit hatiku, unek-unekku, usulku mereka malah kayak aneh sama aku. kayak musuhin aku, di koperasi sekolah aja aku dibicarain sama anak-anak ipa,. apa aku salah ya bicara jujur??? apa aku salah juga ungkapin sakit hati?? Trus aku harus gimana??? Saat ke Jogja aku juga mendapatkan pengalaman yang sangat menjengkelkan+aneh. Masa aku menawar harga aja ibu yang jualan marah-marah. Bilang aku sama temanku dosalah, steslah,. Jadi bingung sendiri aku,. Tapi nggak apa, itu buat pengalaman,.