Senin, 21 September 2009

ENTHOENG PART 1

*.*

HUKUMAN BU TITA

“Gila, aku kesel banget sama kakakku. Nggak berperikemanusiaan,” celetus Nesya seorang gadis manis dan model yang sangat mempedulikan fashion dan penampilan. Tapi sayangnya dia itu emosian gampang marah dan hobinya gosipin orang, mengkritik dan kayak iri sama penampilan orang lain. Buktinya itu, tiba-tiba datang dengan wajah judesnya, membanting tasnya dengan keras di bangkunya, dan menggebrak meja. Sampai cowok-cowok di kelas itu aja kaget dan geleng-geleng kepala melihat tingkah si cewek judes itu tambah lagi model rambutnya yang pendek model emo membuat wajahnya terlihat tambah sangar. Jadi cowok-cowok di kelas XII IPS 5 itu takut menghadapi Nesya.

Ada apa sih non, emang kakakmu ngapain kamu lagi?” kata Fina gadis tomboy yang polos, nggak peduli fashion dan penampilan, alias cuek. Tapi orangnya sedikit emosian, apalagi kalau berantem sama Nesya. Wah bumi bergoncang, semua jadi ancur. Sampai-sampai sahabatnya yang lain aja nggak bisa nenangin, cuma bisa diam.

“Alah , paling juga karena beda pendapat atau mamanya lebih mentingin kakaknya daripada dia,” Prista cewek imut yang manja, malas dan pintar sekali berbohong. Seolah dia udah hafal masalah yang sering dihadapi Nesya sama kakaknya.

“Engga, kamu salah!!” bentak Nesya.

“Ih, galak amat sih, Non. Kalau nggak it uterus masalah apa lagi?”

Oliv cewek galak tapi tertutup itu mencoba becanda untuk mencairkan suasana yang menegangkan. Walaupun yang merasa tegang cuma Nesya, paling yang lain cuma bingung-bingung melihat wajah judes Nesya yang lagi marah. Tambah mengerikan, khas banget tu wajah. Nggak lagi marah aja terlihat sadis, apa lagi marah kayak gini, wow… sangat menakutkan.

“Kakakku nggak punya peri kemanusiaan, masa jatah sarapanku pagi ini malah dikasih ke Bogy terus aku nggak makan. Gila ya, anjing aja disayang-sayang, dikasih susu, makanan enak, kalau adiknya sendiri malah dibiarin kelapara.. huh,” Nesya menceritakan permasalahannya dan tangannya menari-nari luwes kayak dirigen yang memimpin paduan suara. Saking kesalnya.

Mereka asyik bicarain masalah Nesya, Fitri malah asyik sendiri mengerjakan PR dari bu Tita guru paling killer di SMA Cahaya Emas, apalagi ini guru MATEMATIKA. Wah… sangat menakjubkan. Yang jelas mereka nggak tambah ngerti soal matematika tapi tambah bingung gara-gara dapat guru yang suka bikin senam jantung tiap pelajaran.

Fitri ini emang orngnya paling rajin diantara mereka berenam.

“Fit, kamu ngerjain apa sih?” tanya Oliv mengganti topok pembicaraan.

“PRnya bu Tita nih, yang dari modul itu lho.”

“Ya ampun aku lupa,” Oliv menepuk keningnya baruningat. “Aku nyontek kamu ya.”

Mereka bersama-sama mengerjakan PR, mengisi modul dengan jawaban penuh. Walaupun mereka nggak tau menahu tentang rumus-rumus dan jawaban dari soal itu, yang penting ngerjain. Beres.

Jantung berdebar-debar ketika bu Tita masuk ke dalam kelas. Seketika kelas itu menjadi sepi, anak-anak pada berdoa berharap bu Tita lupa akan PR yang diberikannya minggu lalu. Mereka takut, soalnya kalau bu Tita ingat ada PR pasti ngabsen beberapa siswa untuk maju dan menulis ke papan tulis. Sebenarnya kalau cuma gitu sih nggak apa-apa, mereka pada tenang menjawabnya. Tapi ini pakai ditanyain segala darimana jawaban ini didapat, pakai rumus mana, langkah-langkah yang benar gimana, pokoknya kami harus ngerti banget bener apa yang kita kerjain deh. Kalau kami nggak tau langsung tangan bu Tita melayang menjewer telinga, memukul tangan, mencubit perut, ataupun pipi. Tapi cubitan bu Tita itu khas banget lho, nggak kerasa sakit tapi malah enak banget. Coba aja kalau pengen ngrasain. Hehehe. Nggak cuma itu, yang bikin anak-anak takut tu omelannya yang terasa pedas kayak cabai keriting yang menggetarkan lidah.

“Fina,” bu Tita mulai memanggil anak-anak untuk maju ke depan.

“Haduh, mati aku,” tersentak Fina kaget disertai jantung berdegup kencang seperti kendang yang dipukul-pukul sama Sierjabaten penabuh kendang dalam suku Karo.

“Slamat berjuang teman!! Hahaha,” Melia memberi semangat dengan nada mengejek tapi lirih supaya bu Tita nggak dengar.

Fina maju ke depan kelas dengan jalan tertatihragu dan membawa modul yang berisi pekerjaannya.

“Cepaaattt!! Lelet banget sih kamu,” bu Tita menarik seragam fina sampai keluar berantakan. Padahal seragam Fina itu paling rapi diantara mereka berenam, selalu dimasukkan dan bersih. Memang sih seragamnya itu besar jadigampang buat dimasukkin ke dalam rok. “Coba kamu kerjakan nomor 3 di white board!!!” perintahnya dengan nada suara yang sok halus.

Fina mengerjakan perintahnya dengan lancer tanpa ragu, karna dia percaya jawaban yang dia contek dari Fitri itu benar. Dengan santai dia melirik jawaban dari modul yang dia bawa.

“Hey, kamu nulis apa itu??” celetuk bu Tita keras sampai membuat Fina terpental kaget dan tulisannya tercoret. Jantung Fina mulai berdegup kencang lagi, dia merasa takut kalau bu Tita mendekat dan…

“Jangan diam saja!! Kamu nulis apa itu?? Itu rumus darimana, nggak ada matematika rumusnya kayak gitu. Aku juga nggak merasa pernah ngajarin kamu untuk mempelajari rumus kayak gitu,” bu Tita berdiri dan mendekat ke tempat Fina berdiri menulis.

Beliau menjewer telinga Fina sampai seluruh wajahnya memerah. Memang Fina itu wajahnya gampang memerah, entah karena penyakit atau bawaan sejak lahir. Wajahnya gampang banget memerah, kalau kepanasan, dijewer, malu, ketawa, marah pasti wajahnya langsung merah. Makanya sahabat-sahabatnya “ENTHOENG BUNDER” suka banget membuat dia jadi mainan, bikin dia malu biar wajahnya jadi merah. Senang banget mereka.

Hm, tau nggak kenapa mereka menamakan gank Enthoeng Bunder?? Konon mereka dapat nama Enthoeng itu karena berasal dari kata Entung dari bahasa Jawa yang berarti kepompong. Kepompong itu kan biasanya bentuknya agak panjang, tapi mereka ingin membuat keliatan aneh, jadi dikasih embel-embel Bunder. Tapi jangan berpikiran gara-gara ada embel-embel bundernya terus mengira anak-anak Enthoeng Bunder itu gemuk-gemuk lho. Hehehe. Nama gank yang aneh ya, kayak anggotanya yang super aneh.

“Aduh,, sakit,” tngan Fina mengelus-elus telinganya. “I-ini rumus dari buku, Bu,” jawabnya gagap.

“Coba lihat, mana ada di buku rumus kayak gitu.”

Waduh. Batin Fina bingung. Ya bingunglah, jawaban itu kan dari pekerjaannya Fitri. Makanya tadi pas ngerjain Tanya dulu asal jawabannya ini darimana, jangan asal nulis aja. Dasar Fina.

“Mana?????” teriak bu Tita marah. “Kenapa? Nggak bisa jawab? PR yang kamu kerjain ini hasil mencontek siapa?”

Fina melihat Fitri, dia ragu untuk memakankan sahabatnya kepada bu Tita yang galak ini. Ini kan salahnya, dia nggak mau melibatkan sahabatnya. Tapi Fitri malah mengangguk-angguk dan berkomat-kamit memberi isyarat, Fina nggak tau yang dimaksudkannya.

Gawat, bu Tita malah menengok Fitri. Dengan mata melotot marah bu Tita menyuruh Fitri untuk maju ke depan. Aduh-aduh, ini salah aku malah Fitri yang kena. Maafin aku Fit. Fina menyesal dalam hati.

“Kenapa kamu komat-kamit sama fina??” bu Tita tambah marah, mengubah suaranya yang biasanya sok halus menjadi keras sampai menggemparkan seisi kelas. Anak-anak yang duduk di bangkunya masing-masing aja jadi terlungkap manis karena takut.

“Ma-maaf, Bu. Sebenarnya saya yang mengerjakan jawaban itu semua dan saya yang membuat rumus sendiri. Saya masih bingung dengan materi ini, Bu.”

“Ckckck. Kalau nggak tau tu tanya, jangan diam saja!!! Tau nggak kalau kamu bikin rumus-rumus dan jawabannya sendiri tanpa melihat kaidah matematika itu sama saja merusak matematika. Mending bikin rumus sendiri tapi tahu dan benar menyangkut materi, nggak kayak ini yang merusak rumus. Buat jawaban jadi salah fatal. Kalau kamu ngerjain soal kayak gini di sekolah lain dan pakai rumus asal-asalan kamu pasti ditertawain sama mereka. Apa nggak malu di cap siswa-siswa SMA Cahaya Emas bodoh-bodoh,” bu Tita nyerocos panjang lebar.

Mau tanya gimana? Setiap kali ada yang tanya aja malah digoblok-goblokin, malah bikin sakit ati. Mending diam aja bu. Batin Fitri dalam hati sambil membenahkan jilbabnya.

Lebay banget sih, masa sampai kayak gitu, aneh banget tu guru. Lebay. Batin Fina kesal.

“Siapa lagi yang mencontek pekerjaan kamu??!”

“Emmm,,. anu. Nesya, Melia, Prista, Oliv,” jawab fitri ragu.

“Yang disebut Fitri tadi, maju ke depan!!”

Dengan kompak, mereka maju ke depan. Kini Enthoeng Bunder telah maju di depan semua. Komplit. Engga deh, masih ada satu yang belum gabung. Anak kelas XI yang bernama Mimi. Dia satu-satunya anggota Enthoeng yang beda kelas bahkan paling muda.

Kini mereka diomelin habis-habisan di depan anak-anak yang lain. Ternyata cerocosan yang dilontarkan bu Tita tadi masih kurang. Dilanjutin lagi. Dengan seksama mereka mendengarkan kalimat-kalimat yang mereka anggap nggak penting. Rasanya mereka pengen banget menutup telinganya. Berisik banget.

Selesai dia mengomel-ngomel, anak-anak Enthoeng Bunder dihukum untuk berdiri di depan kelas sampai pelajaran matematika selesai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar