Senin, 21 September 2009

ENTHOENG PART 2

*.*

PRISTA JADIAN

Gara-gara dihukum bu Tita kemarin, anak-anak Enthoeng Bunder jadi malu banget. Tiap hari digangguin cowok-cowok kelasnya yang jail. Kesel banget rasanya ngladeni cowok-cowok yang menyindir-nyindir nggak jelas. Ditambah lagi temen-temen cewek yang lain yang setiap harinya kerjaanya ngegosip ria, bisa-bisa gara-gara kejadian kemarin Enthoeng Bunder jadi bahan gossip yang nyenengin mereka.

Tapi kasihan tuh Fina, orang yang paling banyak disindir-sindir dan digangguin cowok-cowok. Gara-gara minggu lalu pada tau nama ibunya yamg terdengar aneh kini malah dia setiap saat dipanggil dengan nama ibunya, bukan namanya sendiri. Yaitu Iyem. Dikit-dikit Yem dikit-dikit Yem, bikin Fina kesal aja. Emang sih namanya sedikit kampungan, malahan memang kampungan tapi Fina tetap bangga kok memiliki ibu yang baik, pengertian, rajin, dan semangat. Dia nggak pernah malu walaupun teman-temannya selalu mengejeknya.

“Yem, enak nggak kemarin. Capek ya disuruh berdiri. Kyahahaha,” ejek Ari cowok paling cerewet sedunia. Dialah yang menemukan nama ibu Fina yang akhirnya sampai menyebar, gara-gara dia juga Fina mendadak jadi terkenal. Ya nggak apalah, jadi artis mendadak.

“Senang?? Ejek aja terus!!” jawab Fina kesal.

“Hahaha, Iyem marah. Cie,” timpal Yogy yang astik duduk di bangkunya sambil mengerjakan PR akuntansi. Cowok ini memang pintar segala hal, dari pelajaran A sampai Z, dari kegiatan ini sampai itu bisa dia kuasai. Tapi sayang banyak teman cewek yang nggak suka karena tingkah lakunya yang aneh, cerewet, dan seenaknya sendiri.

“Itu lagi ikut-ikutan aja. Fiuhh. Emang susah jadi artis, pengen minta tanda tangan aja pakai sok ngejek-ngejek segala. Minta tinggal minta aja nggak usah basa-basi,” kata-kata mautnya yang super PD dia keluarkan saking jengkelnya.

“Cia.. artis?? Artis iklan shampoo merang ya. Sampai tu rambutnya mencuat-cuat ngembang kayak mawar. Mak wuuuk. Hahaha,” tambah Yogy mengejek sengit. Ari yang dari tadi masih disitu juga ikut-ikutan ketawa.

Fina jadi kesal dan mengajak keluar sahabat-sahabatnya yang sejak tadi cuma dengerin Fina cek cok sama cowok-cowok. Gerah rasanya di dalam, banyak setan-setan yang ngefans sama aku tapi nyebelin. Katanya dalam hati.

“Udah Fin, sabar aja ngadepin fans-fans kamu itu,” Melia mencoba menenangkan Fina. Tapi tetap aja wajah Fina merengut dan bibirnya maju ke depan.

“Eleh-eleh, bibirmu bagus itu, Non. Kayak corong minyak. Hahaha,” kata Oliv mengejek.

“Udah deh, keliatan tu senang ya aku digituin sama anak-anak. Mana mereka manggil-manggil pakai nama ibuku lagi. Kasihan kan ibuku yang lagi tenag-tenang di rumah telinganya berdengung gara-gara mereka.”

“Eh, ke kantin aja yuk!! Biar ketemu adeknya,” ajak Prista dengan mata berbunga-bunga menerawang jauh memikirkan adek kelas, idolanya yang menurut dia cakeeep buangeeetz. Padahal menurut yang lain biasa-biasa aja. Emang sih gayanya keren, distro banget terus tampangnya kayak blasteran orang Barat. Putih banget.

Mereka berenam langsung ke kantin tempatnya Bu Sidi yang paling ramah diantara ibu-ibu kantin lainnya. Makanan di tempat bu Sidi ini juga paling enak dan bersih. Kantin itu memang markas plus tongkrongannya anak-anak Enthoeng Bunder. Walaupun kebanyakan yang ada di situ cowok.

Bu Sidi juga udah kenal mereka, tapi yang paling sering diajak bicara dan becanda sama bu Sidi itu Oliv.

“Allow Bu, pesan soto ya Bu,” kata Oliv ramah.

“Mas Agus nggak sekalian mbak Oliv??” tanya bu Sidi becanda.

“Emang ada Agus ya, Bu??” Oliv celingak-celinguk mencari Agus.

“Cie cie cie,” teriak lima anggota Enthoeng Bunder kompak kayak paduan suara yang terdapat suara satu, dua, tiga.

“Apa sih,” Oliv malu.

Mereka pacarannya lucu banget, masa di kelas kalau pelajaran suka banget curi-curi pandang. Bikin anak-anak pengen ketawa. Padahal mereka udah dekat lho tempat duduknya, cuma dibatasi lowongan buat jalan aja. Tapi sayangnya mereka cuma bisa ketemu kalau di kelas aja, di luar sekolah malah jarang banget ketemu dan main bareng. Nggak tahu tu ada apa.

“Adeknya mana sih kok nggak kelihatan??” tanya Prista mencari-cari adek kelasnya yang cakep itu.

“Paling lagi duduk manis di kelas dikerumuni cewek-cewek genit,” jawab Fina menggoda.

“Yah, masa gitu. Nggak mungkin ah. Dia kan nggak play boy kelihatannya,” katanya membela diri.

“Itu kan menurutmu, menurut kami dia tuh orangnya play boy,” Nesya menambahkan.

“Cah bagus, bajunya dimasukkan dulu!!” perintah bu Mini pada Yogy yang ngeluyur aja masuk kelas. Padahal masuk telat, nggak tau tata karma tu anak.

“Siap bos,” jawabnya tanpa dosa. Untung aja bu Mini itu orangnya sabar. Kalau nggak pasti dia dihukum habis-habisan. Coba aja kalau bu Tita yang ada dia pasti ancur.

“Bu, tau nggak tadi aku naik apa??” tanyanya nggak penting.

“La opo to, Le??”

“Jalan kaki dong, Bu.”

“Lha rumahmu mana kok jalan kaki Cah Bagus??”

“Kartosuro, Bu,” jawabnya sok serius.

“Jauh amat. Apa nggak copot kakimu??” bu Mini terheran-heran.

Kan jalan kakinya dari halte sampai ke kelas, Bu. Hahaha,” jawabnya tertawa terbahak-bahak. Senang.

“Dasar anak aneh. Cerita kok nggak penting,” gerutu Fitri yang sangat benci dan jijik sama satu cowok itu.

“Fitri, jangan kayak gitu. Ntar benci jadi cinta lho,” tegur Oliv yang duduk sebangku sama dia.

“Ih, amit-amit deh. Benci ya jadi eneglah, pengen dimuntahin, bukan cinta. Gimana sih kamu??” Fitri mengangkat ujung mulut atasnya dan mengangkat alis kanannya pertanda jijik.

Sementara itu Prista asyik SMS sama gebetannya. Tapi Nesya yang duduk disebelahnya itu ngegame dengan wajah judesnya.

“Hayo, kalian pada ngapain?” kata Fina mengagetkan.

“Hust!! Lagi asyik nih,” Prista menempelkan jari telunjuk di bibirnya.

“Bu, Nesya sama Prista lagi mainan HP,” Fina sok mengadu, padahal suaranya lirih. Tapi telapak tangan Prista spontan menutup mulut Prista. Pyar kr kr HP Prista jadi jatu deh. Sedangkan mata Nesya melotot dan Fina menunjukkan tanda damai dengan jarinya.

“Ya, HPnya siapa tuh. Punya HP jangan dibuang-buang. Mending buat aku aja,” sahut Yogy si cerewet.

“Sssst,” mata Fina melotot sama Yogy. Alhasil Yogy jadi diam. Tumben tuh anak nurut banget.

“Emang lagi SMSan sama siapa sih?” tanya Melia penasaran.

“Ini lho, Prista punya gebetan baru. Namanya Usman,” jawab Nesya.

“Wuihhh Usman?? Anak mana tuh? Tapi kok namanya aneh banget,” timpal Fina.

“Katanya sih yang punya bengkel deket rumah Nesya. Bengkelnya anak-anak Dedom, gank yang terkenal itu,” sambung Prista.

“Wah kaya dong, cakep nggak??”

“Biasa aja. Enggak cakep, gendut malah,” jawab Nesya menjelek-jelekkan Usman.

“Wah wah wah, kalau udah jadian jangan lupa makan-makannya ya.”

Melihatdari jawaban-jawaban yang dikatakan Nesya sama ekspresi yang ditunjukkan wajahnya itu kelihatannya dia nggak setuju teman sebangkunya itu pacaran sama Usman. Dia udah tau sifat asli Usman yang bejat, takut kalau sahabatnya itu terpengaruh. Soalnya tau sendiri kan cewek satu itu manjanya minta ampun. Masih anak mama nggak deng, yang benar anak papa. Tiap hari antar jemput papanya sih. Dia juga masih labil gampang banget terpengaruh sama sesuatu yang sekiranya belum pernah dia coba, takutnya dia malah ikut-ikutan lagi.

Suatu hari, Prista dan Usman ketemuan di suatu tempat tanpa sepengetahuan sahabat-sahabatnya yang sangat mengemongnya. Dia sengaja nggak bilang soalnya udah tau kalau Nesya pasti nggak ngijinin walaupun sahabat-sahabatnya yang lain ngasih ijin. Mendingan kan ketemuan diam-diam aja daripada bilang sama sahabat-sahabatnya.

Hari ini sangat cerah, Prista diantar papanya dengan mobil Alphart hitam. Tapi dia bilang sama papanya kalau dia mau belajar kelompok sama Enthoeng Bunder, bukan ketemu Usman. Papanya itu galah banget, tau kalau dia bohong bisa gawat. Soalnya dia belum boleh pacaran sama papanya. Jadi ya takut aja kalau bilang jujur.

“Sore,” sapa Usman yang lagi duduk di samping Prista di sebuah halte bus.

“Sore juga mas,” ih waw. Mas?? Mas berlian apa?

“Hari ini mataharinya nggak terlalu panas ya,” ya jelaslah, ini kan udah sore. Jam 5, mana bisa panas. Aneh banget. “Mataharinya apa malu yak arena ada kita disini, takut ganggu kali. Emang benar-benar matahari tuh tau diri ya, punya rasa malu. Baik pula, ngasih kita kesempatan buat berduaan disini.”

“Aduh mas, lebay banget deh,” kata Prista dengan pipi memerah malu. Nyanyi lagunya T2 aja yang ‘plis deh jangan lebay’ biar tambah romantis.

“Pris.”

“Iya mas??”

“Aku boleh bicara nggak?” dari tadi tuh kalau nggak bicara terus ngapain? Ngedumel? Tambah aneh aja nih cowok.

“Boleh,” Prista malah nggak jijik sedikitpun sama dia.

“Sebenarnya, aaaaa aku kukukuku.”

“Kok malah nyanyi dangdut sih, Mas?”

“Hehehe. Maaf, lanjutin ya. Aku sayang banget sama kamu sejak pertama kita SMSan, soalnya kamu nyambung kalau diajak ngobrol. Terus pas ketemu tadi aku kaget ternyata kamu cantik banget,” waw waw waw, kata-kata gombalnya keluar.

“Masa sih, Mas?” tanyanya nggak percaya.

“Iya benar. Aku lihat matamu seperti bola bekel warna-warni,” wah menghina ini cowok, buat perumpamaan kok kayak gitu. Mata Prista kan pakai softlens biru. Ya jadi dia buat perumpamaan aneh kayak gitu. “Hidungmu seperti hidung burung beo,” Prista memegang hidungnya dengan wajah tanpa ekspresi. “Tubuhmu yamh mungil seperti biola,” gila, mending-mending gitar. Lha ini biola, berarti kan sama aja dia menganggap badan Prista itu gendut pendek dong. “Maukah kamu jadi pacarku saat ini juga?!!”

Kata-kata terakhir yang terdengar tegas itu membuat Prista tersentak kaget dan langsung kelepasan kata “e… iya a aku mau.”

Tak tahu Prista itu memang benar-benar menerimanya karena suka padanya atau keceplosan terpaksa, Usman udah menganggapnya sebagai pacar detik itu juga.

Esok paginya di sekolah, Prista terlihat sangat senang senyam-senyum sendiri kayak orang gila. Sahabat-sahabatnya yang lain jadi terheran-heran melihat anak itu.

“Ei ei ei ei ei, ada yang lagi kasmaran nih temen-temen. Mungkin ada yang habis jadian. Sama siapa itu aku lupa?” kata Melia mengagetkan.

“Usman,” sahut Fina.

“Oiya Usman, hahaha.”

“Apa sih,” pipinya jadi merah, matanya basah, dan mulutnya mancung manja.

“Cie cie cie,” sorak Oliv dan Fitri.

“Udah deh, aku malu nih,” pipinya tetap memerah.

Mereka asyik bersorak-sorai untuk membuat Prista malu malah Nesya diam aja cuma mrengut sambil ngegame dengan HP yang ada di genggamannya.

Sebenarnya kenapa sih Nesya dari kemarin terlihat aneh kalau bicarain Usman? Jangan-jangan dia cemburu, apa dia juga suka sama Usman?? Wah kalau benar begitu bisa jadi Perang Dunia Enthoeng Bunder nih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar